Senin, 15 Juli 2013

Kawasan Lumpur Lapindo

lumpur lapindoSungguh tragis memang bila kita mengingat kejadian yang menimpa saudara-saudara kita di pada bencana lumpur lapindo sekitar 8 tahun silam,tepatnya pada 29 Mei 2006. Ribuan hektar tanah & bangunan terendam lumpur dan puluhan ribu warga yang telah menjadi korban atas bencana lumpur lapindo. Di tambah pula dengan sikap pemerintah yang terbilang acuh dengan tidak mengawasi secara serius pengusutan biaya penanggung jawaban dari pihak PT. Lapindo Brantas ,menambah lengkap penderitaan warga porong yang menjadi korban atas bencana semburan lumpur lapindo.
Warga juga tidak dapat bekerja lagi karena pabrik-pabrik tempat mereka bekerja juga telah ikut terendam lumpur.Janji-jani yang diberikan oleh penguasa belum sepenuhnya terbayarkan. Berbagai cara dilakukan masyarakat sekitar hanya untuk menyambung nyawa setiap harinya , menjadi buruh cuci,tukang parkir,serta penyebrang jalan pun dilakukan sebagai alterntif. Tidak luput juga kawasan lumpur lapindo juga di ubah menjadi obyek wisata oleh warga setempat untuk tambahan nafkah .
lumpur_lapindo maps
Saat ini sekitar 100-200 wisatawan / hari yang mengunjungi kawasan lumpur lapindo. Harga tiket masuknya relatif berkisar Rp 2000-5000 , karena sebenarnya tidak ada patokan harga masuk. Jika terasa mahal bisa di negosiasikan,karena harga tiket masuk ditentukan dari penampilan luar pengunjung. Meski bukan pemandangan yang  indah , namun pengunjung datang silih berganti, tidak hanya dari wilayah sekitar Jawa Timur, seperti Surabaya, Malang, Pasuruan, Mojokerto, dan daerah sekitarnya, tapi juga dari daerah lain di Indonesia. Kebanyakan dari mereka datang untuk menyaksikan Kawasan Lumpur Lapindo karena penasaran atau mereka sedang berlibur di tempat wisata lain yang juga melewati Jalan Raya Porong. Yang datang pun bisa rombongan, bahkan di kala hari libur jalanan bisa di buat macet karena banyak yang ingin melihat dengan dekat lokasi lumpur Lapindo sendiri.
lumpur




Wisata Belanja di Kampoeng Batik Jetis

KampoengKampoeng Batik Batik Jetis di belakang Jalan Gajahmada ini manambah banyaknya sentra UKM yang ada di wilayah kabupaten Sidoarjo ini. Memang Batik Jetis ini sudah ada sejak tahun 1675 , namun sayangnya usaha batik ini tidak dapat berkembang lama karena kurangnya minat dari kalangan pemuda pada saat untuk mempelajari usaha tersebut.Setalah Indonesia merdeka sekitar tahun 1950-an ada seorang perempuan yang mendirikan kembali usaha batik tersebut , perempuaan itu berhasil mempelopori bangkitnya kembali semangat warga sekitar untuk mendirikan usaha batik di kampung jetis ini lagi.
Wilayah Kampoeng Batik Jetis  ini berkembang pesat setelah berdirinya Paguyuban Batik Sidoarjo (PBS) pada tanggal 16 April 2008  oleh masyarakat setempat dengan tujuan untuk membantu memasarkan dan menjaga kestabiliasan harga jual batik jetis  , karena memang sebelum berdirinya paguyuban tersebut pengrajin batik susah untuk memasarkan produknya dan banyak juga yang gulung tikar. Dapat kita ketahui bahwa upaya para penerus usaha batik ini sangat tangguh untuk menjaga salah satu warisan budaya bangsa . Menjalankan usahan dengan kondisi yang tidak menentgerbang depanu seperti bahan baku yang tidak stabil harganya, kualitas kain, perajin batik / buruh pembatik yang semakin sedikit dan lain-lain. Sebagai bentuk perhatian dari pemerintah sidoarjo,2 minggu setelah berdirinya paguyuban tersebut,tanggal 3 Mei 2008 diresmikan “Kampoeng Batik Jetis, Sidoarjo” sebagai salah satu tujuan wisata.
Untuk menuju kawasan Kampoeng Batik Jetis , tidak perlu khawatir kami memberikan informasi tentang akses jalan yang bisa dilalui menuju kawasan Kampoeng Batik Jetis ini :
1. Bagi pengendara motor, dari arah Surabaya Anda bisa melewati Jalan Gajah Mada. Begitu melintas di depan Matahari Departmen Store, Anda belok kanan tepat memasuki pelataran parkir dan Anda terus masuk saja. Begitu melewati pasar Jetis dan sebuah jembatan, Anda telah masuk ke kawasan kampung Jetis (Jalan Pasar Jetis). Jalanan dari pasar hingga masuk kawasan kampung hanya bisa dilalui pejalan kaki, motor, dan becak saja.
2. Bagi pengendara mobil pribadi ada dua alternatif.
- Parkir kendaraan Anda di areal parkir Matahari Departmen Store, kemudian melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki atau naik becak melewati rute yang sama seperti untuk pengendara sepeda motor. Jarak areal parkir hingga kampung Jetis sekitar 750 meter.
- Sebelah ujung Jalan Gajah Mada akan terpecah menjadi dua belokan (setelah melewati studio foto Agung di kanan jalan). Ambil belokan sebelah kanan dan Anda akan memasuki Jalan Diponegoro. Setelah melewati jembatan, Anda mengurangi kecepatan dan mengambil sisi kiri. Sekitar 500 meter dari jembatan Anda akan melihat Gapura Kampoeng Batik Jetis di sisi sebelah kanan. Gang masuk kampung Jetis tidak terlalu besar, ada baiknya kendaraan Anda diparkir di sisi kiri jalan dan Anda berjalan kaki ke seberang Jalan Diponegoro masuk kawasan kampung Jetis.
3. Bagi Anda yang senang menggunakan transportasi umum dari Surabaya ada dua pilihan, yaitu menggunakan mikrolet kuning (W maupun TA) atau menggunakan kereta komuter. Mikrolet W maupun TA dapat dijumpai di terminal Joyoboyo, Surabaya. Pengguna kedua mikrolet tersebut sangatlah beruntung karena Anda akan diajak berkeliling kota Sidarjo mulai alun-alun kota, pusat perbelanjaan di Jalan Gajah Mada, RSUD Sidoarjo hingga Pasar Larangan. Anda cukup mengatakan stasiun sidoarjo, maka Anda akan turun di Jalan Diponegoro dan gapura Kampoeng Batik Jetis terlihat di seberang jalan. Bagi pengguna komuter, Anda akan turun di Stasiun Sidoarjo. Setelah itu, Anda berjalan kaki sekitar 500 meter ke arah Jalan Diponegoro depan stasiun. Sama halnya dengan pengguna mikrolet, Anda tinggal menyeberang saja.
2





Pendopo Delta Wibawa


tampak depan pendopoPendopo Delta Wibawa merupakan rumah dinas Bupati Sidoarjo yang terletak di sebelah utara Alun-Alun Sidoarjo yang beralamatkan di Jalan Cokronegoro Sidoarjo . Selain sebagai rumah dinas bupati Sidoarjo, Pendopo Delta Wibawa juga digunakan sebagai tempat pagelaran seni budaya dan kegiatan masyarakat lainnya.Mulai dari acara lelang bandeng , sunat massal , nikah massal sampai dengan rapat pertemuan antar pejabat daerah pernah di gelar di Pendopo Delta Wibawa ini.
Terakhir di gelar , adalah acara sunatan dan nikah massal yang di adakan bulan Februari 2013 oleh BAZ (Badan Amil Zakat) pemerintah kabupaten Sidoarjo. Tercatat setidaknya 75 pasangan nikah massal dan 184 anak fakir miskin yang mengikuti acara sosial tersebut. Kegiatan yang di prakarsai oleh BAZ Sidoarjo ini,telah bekerjasama dengan Departemen Agama (Depag) Kabupaten Sidoarjo,  Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sidoarjo untuk membantu pelaksananaan.
pendopoPernikahan dan Khitanan massal sengaja digelar BAZ Sidoarjo memang bertujuan membantu masyarakat yang kurang mampu . Anak-anak peserta khitan massal mendapatkan bingkisan berupa songkok, sarung, uang transport, juga pengobatan secara cuma-cuma alias gratis pasca dikhitan. Untuk peserta kawin massal juga dibebaskan dari segala biaya pernikahan maupun biaya resepsi yang diselenggarakan di Pendopo Delta Wibawa .
Selain untuk membantu warga yang kurang mampu, menurut Wakil Bupati Sidoarjo bapak MG Hadi Sutjipto, tujuan digelarnya pernikahan massal ini juga untuk memperoleh legalitas serta pengesahan secara resmi dari undang-undang negara tentang status perkawinannya melalui nikah massal ini. Sebab, lanjutnya, masih banyak warga yang menikah secara siri .
Nikah massal maupun khitan massal yang diadakan pada bulan Februari kemarin merupakan salah satu contoh pemanfaatan dari gedung Pendopo Delta Wibawa . Gedung yang terletak disebelah utara Alun-alun kota Sidoarjo ini juga telah banyak bermanfaat untuk masyarakat Sidoarjo sendiri.

Ceker Ayam Lapindo

Sidoarjo, terkenal dengan Lumpur lapindo banyak sekali orang yang berdatangan dari dalam kota, dari luar kota bahkan ada yang dari luar negri jauh jauh datang ke Sidoarjo  hanya melihat Lumpur lapindo. Bahkan gara-gara Lumpur Lapindo  warga Sidoarjo ada yang punya inspirasi membuat makanan dengan tema “Ceker Ayam Lapindo”.ceker lapindo Bagi para penikmat ceker silahkan mencobanya karena makanan ini sangat enak dan super pedas. dimasak dengan bumbu yang pas di lidah.
Banyak sekali orang beranggapan bahwa ceker itu makanan yang sangat menjijikkan karena letakknya di bawah dan selalu kena kotoran,tanah, dan sampah.  Tapi dengan bumbu- bumbu yang pas Ibu Nani Andayani mampu mengolah makanan yang menjijikkan sebagai makanan yang sangat lezat dan nikmat, bakal membuat orang ingin kembali mencicipinya.
Ibu Nani Andayani tak hanya mengolah ceker pada satu menu aja, tapi ibu yang satu ini mampu mengolah ceker menjadi beberapa menu seperti : ceker lapindo, ceker asam manis, ceker mentega, ceker crispy, ceker rica-rica, ceker gulai dan masih banyak lagi menu yang ada di warungnya ibu Nani.daftar menu
Tapi  dari beberapa menu , menu yang paling laris dan diminati banyak orang adalah menu ceker lapindo pedas, karena rasanya nikmat dan rasanya super pedas. Selesai makan langsung kepedasan tapi itu yang disukai, “ tutur Ibu Nanik sambil ketawa. Bagaimana tidak setiap pembeli selesai makan ceker lapindo langsung kepedasan sampai kepanasan dan berkeringat mirip dengan lumpur lapindo yang panas beruap.
Adapun bumbu dan cara membuat ceker ayam lapindo sebagai berikut : bawang putih, jahe, cabai besar, cabai rawit, sereh, daun jeruk nipis, dan merica sedikit. Semua bumbu dihaluskan dan ditumis sebelum dicampur dengan kuah dan ceker ayam. Menu superpedas ini disajikan di mangkuk dengan taburan irisan cabai rawit mentah.  Pedasnya bakal membuat anda ampun ampun untuk memakannya, belum sampai ceker ayam digigit dan baru masuk mulut, pedasnya sudah terasa. Begitu juga dengan kuah panasnya, pas dicicipi, mulut langsung membara.karena memang bener-bener Super pedasnya. Segera kunyah sesendok nasi putih panas supaya bisa menghilangkan rasa pedas dan panas di mulut.
Jika anda berminat bisa langsung saja datang ke Lokasi Warung Mbak Nik buka setiap hari, kecuali hari Senin karena mereka libur, mulai pukul 12.00 hingga 22.00 WIB. Lokasinya di sebelah Selatan Lembaga Pemasyarakatan Sidoarjo, Jalan Dr Soetomo. Cabangnya ada di Jalan Raya Candi, sebelah Utara PT ECCO.

Wisata Sejarah di Candi Tawangalun

 
Candi Tawangalun
Candi Tawangalun merupakan salah satu candi peninggalan kerajaan Majapahit di kabupaten Sidoarjo,yang terletak di desa Buncitan kecamatan Sedati. Mungkin di jika dari gambar serasa tidak sebegitu menarik di banding dengan candi lain pada umumnya,Namun apabila diamati secara detail nampak adanya tatanan arsitektur candi atau bangunan religious pada masa lalu
Untuk menemukan kawasan candi yang satu ini memang terbilang sedikit susah. Karena masyarakat sekitarpun jarang yang mengetahu tentang adanya candi Tawangalun.Banyak penduduk yang menunjukan desa Tawang Alun saat ditanyai.Jarak antara desa Tawang Alun dengan candi Tawang Alun  terbilang cukup jauh sekitar 3 Km dari arah desa Tawang Alun kearah timur. Tepatnya candi Tawang Alun berada di desa Buncitan dan posisinya persis dibelakang kompleks Akademi Perikanan Sidoarjo (APS) Buncitan kecamatan Sedati.
Dalam perjalanan menujuOLYMPUS DIGITAL CAMERA Candi Tawangalun anda akan melihat banyak banyak tambak dan yang sebetulnya di dalam tambak itu ada banyak tatanan batu – batu petilasan.Ketika memasuki kawasan Candi Tawangalun pengunjung juga akan disambut oleh bau belerang yang sedikit terasa di hidung. Karena tanah lokasi candi Tawang Alun berada diatas gunung kecil yang mengeluarkan lumpur panas, air panas dan uap air panasnya mirip lava gunung berapi. Tak terhindarkan anda akan mendapati suasana sejuk,tenang juga akan terasa di sana.Kawasan Candi Tawangalun juga sangat cocok bagi pengunjung yang suka dengan photografi,karena dengan sedikit sentuhan profesional akan menghasilkan gambar yang bagus.
Jika berbicara mengenai candi tersebut , akan terasa sangat kental dengan cerita sejarah dibangunya Candi Tawangalun masih terkait dengan raja Majapahit. Dahulu kala pada zaman kerajaan Majapahit saat pemerintahan Prabu Brawijaya II ada sebuah desa di tawang alun ada raksaksa sakti yang belum dapat di kalahkan oleh pasukan Majapahit ,raksaksa tersebut bernama Resi Tawangalun. Resi Tawangalun mempunyai anak perempuan,ketika beranjak dewasa anak perempuanya mempunyai perasaan pada sang Prabu , untuk mewujudkan keinginan anaknya Resi Tawangalun menyulap anaknya menjadi putri yang sangat cantik .Kecantikan wajahnya membuat Putri Alun anak dari raksaksa terkenal ke pelosok negeri.
Suatu ketika karena keegoisan sang raja Brawijaya beliau mempersunting putri Alun untuk menjadi selirnya, lama kelamaan sifat asli putri Alun muncul dan terlihat oleh orang istana ketika Putri Alun melihat daging yang berada di depannya dan dia memakan menta-menta daging tersebut. Kabar berita kalau puti Alun memakan daging mentah tersebut sampai di telinga Sang Raja, Raja Brawijaya marah dan kesal saat mendengar kabar  tersebut, tanpa pikir lagi sang raja mengusir putri Alun dari istana dalam  keadaan hamil tua.
Putri alun sangat sedih , dia pun kembali tinggal bersama ayahnya. Di sana dia melahirkan seorang anak yang diberi nama Aryo Damar.Aryo Damar tumbuh di asuh oleh Ibu dan kakeknya. Pada suatu waktu,ketika Aryo Damar telah beranjak dewasa dia bertanya-tanya kepada ibunya siapa sebenarnya ayah kandungnya,merasa sudah cukup umur akhirnya Putri Alun menceritakan bahwa sang Prabu Brawajaya II itu adalah ayah kandungnya. Setelah mengetahui ayah kandungnya Aryo Damarpun meminta izin untuk pergi menemuai ayahnya.
Ketika Ario Damar sampai di Majapahit dan bisa menghadap rapa Brawijaya,Ario Damar mengaku bahwa dia adalah anak raja Brawijaya dari selir putri alun , raja Brawijaya tidak mau mengakui dia sebagai anak karena masih dendam telah ditipu.Raja pun memberi syarat yang mustahil untuk di penuhi Ario Damar agar diakui sebagai anak. Syarat pertama adalah membuat damar (lampu) yang tidak ada gantunganya, karena Ario Damar keturunan orang sakti dia bisa membuat damar dari besi yang  tidak ada gantunganya.
Sang prabu belum bisa menerimanya dan memberitahukan syarat yang kedua , yaitu mencari dan membawa tanah dari tempat asalnya (tanah tandus,sedati) yang harus sama dengan tanah yang berada di kerajaan (tanah subur,trowulan). Ario Damar berhasil melaksanakan tugas tersebut dengan bantuan kakeknya.Raja Brawijaya semakin kesal dengan Resi Tawangalun karena telah turut membantu cucunya, Raja memberitahukan syarat yang terakhir  yaitu,jiki dia (Ario Damar) bisa membunuh Resi Tawangalun maka Ario Damar akan diakui sebagai anaknya.
Sebenarnya Ario Damar bisa melaksanakan tugas tersebut akan tetapi dia bingung harus bagaimana.Putrri Alun prihatin terhadap nasib anaknya dan mendirikan sebuah candi sebagai wujud rasa kasihnya terhadap Ario Damar. Ario Damar masuk kedalam candi yang memang khusus di buat untuk mendekatkan diri kepada tuhan, Ario Damar  berfikir tentang makna-makna kehidupan dan juga pilihan-pilihan yang harus dia pilih, karena terlalu  lamanya bertapa di dalam candi sampai-sampai hilang (mukso)

Petirtaan Jolotundo Dan Candi Belahan



Petirtaan Jolotundo, adalah sebuah bangunan masa lampau yang dulu merupakan pemandian atau kolam yang dibuat pada masa kerajaan Majapahit. Petirtaan Jolotundo terletak di desa Seloliman, Trawas, Kabupaten Mojokerto, tepatnya terletak di lereng Gunung Bekal, yaitu salah satu puncak Gunung Penanggungan. Petirtaan Jolotundo memiliki panjang 16,85 M, lebar 13,52 M dan kedalaman 5,20 M dengan material utama dari batu andesit.
Menurut sejarahnya, petirtaan ini merupakan kolam cinta yang dibangun oleh Udhayana, raja Bali, yang menikah dengan putri Guna Priya Dharma dari Jawa. Dari perkawinan tersebut lahirlah Airlangga pada 991 M. Lalu pada tahun 997 M, raja Udhayan membangun kolam ini, sesuai dengan angka yang tertera di dinding kolam, yang disiapkan untuk menyambut kelahiran putra Airlangga.
Saat ini kolam ini bisa dikunjungi siapa saja, sebagai salah satu warisan budaya Indonesia. Selain dari nilai histori yang ada, petirtaan Jolotundo ini semakin unik karena memiliki debit air yang tak pernah kering, walaupun di saat musim kemarau. Memiliki kandungan mineral yang tinggi, membuat air dalam kolam Jolotundo dinyatakan sebagai air terbaik di dunia setelah zam-zam.
Sedangkan, untuk Petirtaan Belahan, lebih dikenal dengan candi Belahan adalah sebuah pemandian bersejarah dari abad ke 11, di masa kerajaan Airlangga. Petirtaan Belahan terletak di sisi timur gunung Penanggungan, tepatnya di Dusun Belahan Jowo, Wonosunyo, Kecamatan Gempol. Menurut sejarah, selain sebagai tempat pertapaan Prabu Airlangga, petirtaan ini juga di fungsikan sebagai pemandian selir-selir Prabu Airlangga. Oleh karena itu, sebagai bentuk pengabdian dibangunlah 2 patung permaisuri Prabu Airlanga, yaitu Dewi Laksmi dan Dewi Sri. Pada dua patung tersebut, mengalir aliran air dari bentuk Payudara patung, dan karenanya petirtaan ini terkadang di sebut sebagai Sumber Tetek (Tetek : Payudara, Jawa).

Gunung Penanggungan
















Gunung Penanggungan merupakan salah satu gunung yang terletak di perbatasan Mojokerto - Pasuruan. Panorama gunung yang indah, dengan lereng-lereng yang nampak hijau serta diselimuti kabut merupakan pemandangan yang akan kita saksikan jika kita melintasi jalan Surabaya-Malang. Kawasan hutan Gunung Penanggungan berada dalam daerah perlindungan KPH Pasuruan.
Puncak Gunung Penanggungan terdiri atas batuan padas dan jarang ada tumbuh-tumbuhan. Bila kita berada di puncak pada malam hari, kita bisa menyaksikan lampu-lampu di bawah, daerah sekitar gunung ini.
Pada malam hari, suhu udara berkisar 10 - 15 °C, sedangkan pada siang hari sekitar 15 - 25 °C. Untuk perlindungan, para pendaki disarankan berlidung di Goa Botol yang mampu menampung sekitar 15 orang. Letaknya sekitar 500 meter dari puncak, menurun ke arah barat. Pintu gua ada 2, satu lubang dari atas dapat tembus sinar matahari. Ruangan gua berbentuk L. Pintu menghadap utara dan selatan, dan lebar gua sekitar 2 meter.

Dari kaki sampai lereng bawah Gunung Penanggungan berupa hutan lindung dengan jenis tanaman rimba seperti jempurit, kluwak, ingas, kemiri, dawung, bendo, wilingo dan jabon. Di bawah pohon-pohon raksasa ini tumbuh tanaman empon-empon seperti kunir, laos, jahe, dan bunga-bungan kecil. Lebatnya pepohonan menyebabkan udara di sini terasa lembab, sinar matahari tidak sepenuhnya mencapai tanah. Sampai di lereng atas ditumbuhi caliandra, yang bercampur dengan jenis Resap, Pundung dan Sono. Caliandra merah tampak mendominasi, tumbuh lebat hampir menutupi permukaan tanah, walaupun pertumbuhannya kerdil di tengah hamparan rumput gebutan. Demikian juga keadaan di puncak, hanya akar gebutan yang mampu tumbuh menerobos kerasnya batuan padas Gunung Penanggungan.
Untuk mencapai Gunung Penanggungan terdapat 4 jalur yaitu Trawas, Jolotundo, Ngoro, dan Pandaan. Bagi pendaki yang memilih start dari Jolotundo dan Ngoro, di sepanjang jalan akan menemui banyak candi-candi peninggalan sejarah.

Trawas
Untuk mencapai Trawas, dari Surabaya atau dari Malang naik bus menuju Pandaan, naik lagi (minibus) menuju Trawas. Dari Desa Trawas, Mojokerto, kita menuj Desa Rondokuning. Dari Rondokuning melewati jalan setapak hutan alam menuju Puncak Penanggungan diperlukan waktu sekitar 3 jam. Sepanjang jalan pendaki akan melihat pemandangan dari celah-celah lebatnya pohon caliandra, puncak Gunung Bekel yang merupakan anak Gunung Penanggungan. Rumah-rumah penduduk, pabrik-pabrik, sawah-sawah terlihat di bawah. Tetapi kabut tebal sering menutupi pemandagan di sekitar tempat ini.
Perjalanan terus menanjak dengan kemiringan mencapai 40°. Setelah melewati hutan caliandra, berarti perjalanan sudah mencapai punggung Gunung Penanggungan. Pohon-pohon di sini sudah jarang. Para pendaki dapat leluasa memandang keindahan alam sekelilingya karena tidak terhalang lebatnya pepohonan.
Bila kabut tidak turun, puncak Gunung Welirang terlihat jelas dan Sungai Brantas juga terlihat.

Jolotundo
Untuk mencapai Jolotundo dari Trawas kita teruskan dengan minibus. Desa Jolotundo merupakan salah satu desa yang berada dekat dengan puncak Gunung Penanggungan. Perjalanan tidak melewati pedesaan, tetapi langsung masuk ke dalam hutan alam. Kemiringan medannya mencapai 40 derajat, melewati jalan setapak, yang di kanan-kirinya banyak pohon besar.
Setelah hutan alam terlewati, berganti dengan hutan caliandra yang amat lebat dengan jalan menanjak. Berjalan sekitar 30 menit, pendaki akan melewati Batu Talang, sebuah batu yang panjangnya sekitar 7 Km tanpa putus, bersumber dari leher Gunung Penanggungan yang memanjang seperti talang air menerobos hutan sampai Desa Jolotundo dan Desa Balekambang.
Dari Batu Talang terus memasuki hutan caliandra. Sekitar 300 meter sampailah di Candi Putri, sebuah candi peninggalan Airlangga yang berukuran 7×7×4 meter dan keadaannya sudah tidak utuh.
Dari Candi Putri sekitar 200 meter samapi di Candi Pure yang berukuran 7×6×2 terbuat dari batu andesit. Dari Candi Pure sekitar 150 meter terdapat Candi Gentong. Di sini terdapat meja. Candi Gentong dan meja sebenarnya bukan candi, hanya masyarakat setempat menyebutnya sebagai candi. Candi Gentong merupakan peninggalan sejarah yang terbuat dari batu kali.
Setelah melewati Candi Gentong, perjalanan dilanjutkan menyusur ke atas. Kuran lebih 50 meter sampai Candi Shinto, kemudian melewati hutan sejauh 300 meter akan kita temui berturut-turut Candi Carik dan Candi Lurah. Dan sampailah kita di puncak.

Ngoro
Untuk mencapai Ngoro bisa dari arah Pandaan atau dari arah Mojokerto. Dari Pandaan atau Mojokerto naik minibus jurusan Ngoro. Desa Ngoro lebih mudah dicapai lewat Mojokerto karena terletak di tikungan jalan jurusan antara Japanan, Mojosari, Kabupaten Mojokerto, persisnya di kaki Gunung Penanggungan sebelah utara. Dari Desa Ngoro kita menuju Desa Jedong dengan angkutan pedesaan lalu perjalanan diteruskan menuju Dusun Genting, yang sebagian besar penduduknya suku Madura.
Dari Dusun Genting, pendaki naik ke atas memasuki hutan lindung lewat jalan setapak menyusur ke atas. Kemudian menurun melewati Candi Wayang dan sekitar 2 Km menuju puncak dengan medan yang sangat miring antara 70-80 derajat. Jalur lewat Desa Ngoro ini lebih sulit dibandingkan dengan jalur Jolotundo.

Cari Obat Awet Muda, ya ke Jolotundo!

Siapa tak kenal Titik Puspa. Nenek cantik yang awet muda! Apa rahasianya? Saran pakar  gizi: makan buah dan sayur secara teratur. Sayur dan buah organik lebih baik.  Jangan lupa konsumsi vitamin dan mineral. Ada juga yang sarankan perbanyak senyum atau tertawa. Hidup lurus, tidak neko-neko dan ngoyo. Saran  lain: sering minum air putih. Bangun pagi dan olahraga teratur, sangat dianjurkan.
Manfaatkan waktu senggang untuk cari sesuatu yang baru. Jalan-jalan di sekitar rumah atau travelling. Jangan lupa menulis setelah melakukan perjalanan. Travel Writer, menulislah: saran Olive Bendon. Ini juga termasuk obat awet muda.  Tubuh selalu di-refresh. Metabolisme pun lancar.
Nah kalau semua sudah. Apa lagi. Ada… Berkunjung, cuci muka atau  mandi di Patirtaan Jolotundo. Lho kok….
Begitulah. Sebagian masyarakat percaya Air yang keluar dari perut bumi di Patirtaan Jolotundo sangat berkhasiat. Salah satunya bisa membuat awet muda!

1360424576131750720
Patirtaan Jolotunda, Lereng Barat G unung Penanggungan
Patirtaan Jolotundo terletak di Lereng Barat Gunung Penanggungan (1650 m dpl). Gunung kecil ini sangat eksotis. Puncaknya gundul, bulat. Persis seperti kalu anak-anak menggambar gunung. Di lerengnya ada 4 bukit/ gunung kecil.   Gajah Mungkur (1.084 m),  Bekel (1.240 m), Sarahklopo (1.235 m), dan Kemuncup (1.238 m).


13604136991676569593

Dalam kitab Tantu Panggelaran, kitab Jawa Kuno, dari  abad ke-16,  Gunung Penanggungan disebut Pawitra. Nama Pawitra tersurat juga dalam kitabNegarakrtagama dan Prasasti Cungrang/ Prasasti Sukci.
Kitab Tantu Panggelaran mengisahkan, konon saat itu  pulau Jawa (Jawadwipa) selalu bergoncang. Terombang- ambing oleh ombak Samudra India dan Laut Jawa.  Padahal menurut para dewa di kahyangan pulau  Jawa sangat ideal bagi tempat tinggal manusia.  Dewa pun bersidang untuk menghentikan  tanah Jawa yang labil. Beramai-ramai para dewa memindahkan dan menggotong Gunung Mahameru dariJambhudwipa (India) ke Jawadwipa. Terbang di angkasa!

13604246591664775785
Inskripsi "Gempeng" di Patirtaan Jolotundo

Dalam perjalanan, banyak bagian  Gunung Mahameru yang berguguran. Jadilah  rangkaian gunung di Pulau Jawa. Mulai bagian  barat hingga Jawa bagian timur.  Saat digotong ramai-ramai dan sampai di suatu tempat -Lumajang sekarang-  ada seorang yang memukul-mukul bakul (tempat nasi) ke tanah. Akibatnya……..Buumm…. !!!  Jatuhlah tubuh Gunung Mahameru. Menjadi Gunung Sumeru atau Semeru sekarang. Gunung tertinggi di tanah Jawa. Lantaran terlalu tinggi, puncak Mahameru dipotong dan  oleh  para dewa dijatuhkan di daerah perbatasan Mojokerto Pasuruan. Jadilah  Gunung Penanggungan, sebagai The Holy Mountain.

ak heran sejak abad ke-10 keberadaan G. Penanggungan sangat penting bagi masyarakat Jawa Kuno karena dianggap sebagai pusat makrokosmos, pusat alam semseta. Nah, sejak saat itulah di G Penanggungan mulai dibangun bangunan-bangunan suci. Salah satunya Patirtaan Jolotundo (Jalatunda), di lereng barat G. Penanggungan. ( Di Lereng Timur ada  Patirtaan Belahan atau candi Sumber Tetek)
Patirtaan atau pemandian kuna Jolotunda -nama kunonya Jeluktondo-  dibangun sekitar  tahun 977 M. Airnya dianggap amerta (air suci) karena ke luar langsung dari tubuh Mahameru. Konon di puncak gunung ini bersemayam dewa - dewa.

13604141341613878559
Situs ini konon dibangun jaman Raja Airlangga, lantaran terdapat inskripsi UDAYANA di teras pancurannya. patirtaan ini dibangun dengan mengepras  lereng bukit dan “menempelkan” bagian belakang bangunan ke bukit. Bagian tengah patirtaan terdapat teras bertingkat yang mempunyai air mancur yang menyerupai payung. Airnya yang jernih jatuh ke kolam. Bangunan menghadap ke Barat. Di pojok utara dan selatan terdapat bilik tempat mandi. Bilik Utara untuk mandi perempuan dan di selatan bilik untuk laki-laki. Air yang keluar dari pancuran di bilik inilah yang konon sangat berkhasiat
13604155581132554232
Lokasi  Patirtaan di tengah hutan. Pohonnya besar-besar. Rindang. Udaranya segar dan bersih. Airnya jernih. Setelah mandi disini.. …..dijamin  tubuh kembali segar.  Berlama-lama di situs ini dijamin tak akan jenuh. Kicau burung bersahutan. Desau suara angin dan semilirnya membuat sejuk suasana. Pikiran jadi tenang. Hilang stress dan kepenatan.  Inilah obat awet muda yang sesungguhnya!

JoloTundo Trawas



MOJOKERTO - Petirtan Jolotundo menjadi salah satu aset sejarah dan wisata bernilai tinggi yang dimiliki Kabupaten Mojokerto. Banyak misteri dan keunikan situs ini yang masih belum diketahui khalayak. Salah satunya adalah kualitas air petirtan yang konon nomor tiga terbaik dunia.

Situs Candi Jolotundo, atau yang kerap disebut Petirtan Jolotundo, adalah salah satu peninggalan sejarah kerajaan sebelum Majapahit. Situs berupa candi dengan air yang mengalir dari berbagai sudut candi itu dibuat pada tahun 997 Masehi. Zaman Airlangga pada masa kejayaan Kerajaan Kahuripan. 

Konon waktu itu, bangunan berukuran panjang 16,85 meter dengan lebar 13,52 meter dan tinggi 5,2 meter itu menjadi tempat pemandian para petinggi kerajaan. Dalam sejarah disebut, bangunan ini sengaja dibuat Raja Udayana untuk menyambut kelahiran putranya, Prabu Airlangga.

Jika dilihat lebih detail, bangunan yang terbuat dari batu andesit ini memang menampakkan keistimewaan. Pahatan relief yang halus, menandakan jika proses pembuatannya membutuhkan tenaga terampil. Juga bentuk bangunan yang terkesan tidak biasa dengan 52 pancuran airnya. Ke 52 pancuran itu memuntahkan air jernih yang tanpa henti meski musim kemarau tiba. 

Ratusan ikan berbagai jenis, tumbuh liar di kolam bagian bawah. Meski demikian, tak satupun pengunjung yang berani mengambik ikan-ikan itu. Mereka percaya, mengambil ikan di lokasi ini akan berbuntut petaka. Lantaran itu, pengunjung lebih memilih memberi makan ikan dari pada mengambilnya.

Di sisi kiri dan kanan bangunan bagian atas, terdapat dua kolam kecil yang saat ini dimanfaatkan pengunjung untuk mandi dan berendam. Terpisah untuk pengunjung laki-laki dan perempuan, pengunjung tak diperbolehkan untuk mandi menggunakan shampoo dan sabun. Ini untuk menjaga kemurnian air kolam. Juga untuk menjaga ekosistem ikan-ikan yang berada di bagian bawah kolam pemandian.

Berada di lereng gunung Penanggungan, tepatnya di Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, lokasi wisata ini terbilang istimewa. Selain bentuk bangunan candi yang memang tak biasa, juga kualitas air yang dimiliki. Dari dua kali penelitian oleh tim arkeolog dari Belanda, kualitas air petirtan Jolotundo ini telah dibuktikan.

"Penelitian tahun 1985, kualitas air di petirtan Jolotundo menduduki rangking 5 dunia," terang Sunaji, juru pelihara yang juga petugas Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Trowulan. 

Penelitian kedua juga dilakukan arkeolog Belanda pada tahun 1991. Hasilnya, kualitas air petirtan Jolotundo menduduki peringkat 3 dunia. Tentu saja hasil itu bukan main-main. Karena ternyata, kandungan mineral air petirtan ini sangat tinggi. Itupun bisa dibuktikan jika kita menyimpan air ini dalam jangka waktu yang lama.

"Pernah kita uji coba dengan menyimpan air ini selama 2 tahun. Bau, warna dan rasanya tak berubah," tambahnya.

Oleh beberapa kalangan, air petirtan Jolotundo tak hanya diyakini memiliki kandungan mineral yang tinggi. Lebih dari itu, sebagian mereka percaya jika ada obat awet muda di dalamnya. Lagi-lagi, karena kayanya kandungan bahan alami dari air yang bersumber dari pegunungan itu. Sunajipun meyakini, karena dari sumber mata air yang berada di dataran tinggi itu terdapat banyak tumbuhan rempah-rempah.

"Air ini telah melalui penyaringan-penyaringan. Tapi memang, banyak tumbuhan rempah-rempah di atas. Sehingga air ini diyakini bisa menjadi obat awet muda," katanya. 

Lokasi seluas 1 hektar ini bukan hanya menjadi tempat wisata sejarah saja. Sebagian orang justru memanfaatkan tempat tersebut sebagai tempat wisata religi. Tak heran pada setiam malam Jumat, akan ada puluhan orang yang memilih berdiam diri di tempat ini hingga pagi. Terlebih malam bulan purnama. Mereka meyakini tempat ini memiliki kelebihan untuk memunculkan berbagai permintaan.

"Paling ramai jika bulan purnama. Banyak yang semedi," tukasnya. 

Sayangnya, keistimewaan Petirtan Jolotundo tak banyak dinikmati banyak orang. Terbukti, dalam sebulan, tempat ini hanya dikunjungi sekitar 1.100 orang. Jumlah yang sangat kecil dibanding pesona yang dimiliki sebuah tempat wisata. Memang, banyak kekurangan di sana-sini sehingga tempat ini masih belum memiliki daya tarik untuk dikunjungi wisatawan.

Salah satunya adalah akses jalan menuju lokasi. Selain sempit, kerusakan jalan juga banyak ditemukan. Khususnya jalur dari Kecamatan Pungging melewati Desa Kesemen. Sehingga, wisatawan yang berasal dari Kota Mojokerto harus memutar melewati Kecamatan Ngoro untuk menghindari kerusakan jalan yang memang dalam kondisi yang parah.

Untuk menuju lokasi, wisatawan juga harus merogoh kocek yang cukup dalam untuk transportasi. Pasalnya, tak ada angkutan umum yang melintas di jalur wisata ini. Bahkan pada malam hari, wisatawan harus rela membayar Rp20 ribu jasa ojek hingga ke lokasi.

"Banyak yang mengeluhkan transportasi," kata Sunaji.

Selain itu, masih belum ada wisata pendukung yang bisa dijadikan wisata alternatif di lokasi itu. salah satunya adalah penjualan suvenir. Satu-satunya kios suvenir yang ada di lokasi itu telah mati. Juga wisata kuliner yang nyaris tak ada di sekitar lokasi. Hanya beberapa warung kecil yang menyediakan makanan dingan. Tak ayal, wisatawan hanya disuguhi pemandangan petirtan, tanpa ada wisata tambahan. 

Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Mojokerto, Affandi Abdul Hadi mengakui, memang banyak infrastuktur pendukung yang masih belum tersedia di lokasi ini. Sehingga kata dia, lokasi petirtaan masih sulit dilirik wisatawan.

"Kami sedang menunggu investor agar tempat wisata ini bisa memberikan sajian lebih nantinya," terang Affandi.

Dia juga menyadari kondisi jalan yang rusak menjadi salah satu pemicu sepinya pengunjung. Sejauh ini kata dia, pelebaran jalan masih terkendala dengan pihak lain yang juga memiliki wewenang lokasi tersebut.

"Di sini ada Perhutani dan BP3 yang juga ikut andil. Pihak Perhutani keberatan adanya pelebaran jalan jika harus mengorbankan sejumlah pepohonan. Ini masih kita pikirkan," pungkasnya

Candi Pari

Hm, Berbeda dengan kota tetangganya, Surabaya, ternyata Kabupaten Sidoarjo yang sarat akan bangunan pabrik ini menyimpan banyak sekali peninggalan sejarah era Klasik Indonesia, Candi Pari adalah salah satunya. Candi Pari sendiri berada di Dusun Candi Pari Wetan, Desa Candi Pari, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

Bacpacker ke Candi Pari

Tak banyak yang tahu ternyata letak Candi Pari berseberangan dengan Kolam Lumpur Panas Lapindo, bersanding dengan Candi Sumur, Candi Pamotan I dan II serta Candi Wangkal. Jika ditarik garis lurus, Candi Pari hanya berjarak 2,5 Km dari Jalan Raya Porong.

  >  Jika kita berkendara sendiri, maka kita dapat mengarahkan kendaraan kita menuju Kolam Lumpur Panas lapindo. Dari sini kita dapat menanyakan lokasi candi ke penduduk setempat yang sangat mengenal candi ini.

  >  Jika memakai kendaraan umum, maka kita dari arah Surabaya kita dapat naik bus menuju Pandaan atau bus menuju Pasuruan, bilang turun di porong tepatnya di Tugu Kuning. Dari sini kita dapat naik ojek atau becak menuju candi. Jarak yang ditempuh sekitar 4 Km.

>  Saat disini, saya juga melihat adanya penampakan angkot. Setelah saya telusuri, ada angkot dengan kode HV yang lewat Desa Candipari, jumlahnya hanya 15 angkot saja, dengan rute : Pasar Porong – Siring – Pamotan – Wunut – Candipari – Kedungborto – Waung – Jiken – Ploso – Mojoruntut – Krembung – PP.

Deskripsi Dan Sejarah Bangunan

Candi Pari memiliki bentuk yang tambun mengingatkan kita akan candi – candi di Jawa Tengah. Candi dari batu bata merah ini memiliki tinggi 15,40 meter, panjang 16 meter dan lebar 14,10 meter. Candi Hindu ini merupakan peninggalan Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Hal ini terbukti dari adanya pahatan angka tahun 1293 saka (1371 M) di ambang pintu masuk candi.

Candi Pari bisa dibilang masih memiliki bentuk yang utuh, kaki dan badan candi masih ada hanya sebagain atap candi sudah tidak ada. Candi Pari minim sekali akan hiasan atau relief. Hiasan yang ada hanya miniatur candi yang menjorok keluar dari badan candi. Di atas miniatur candi ini terdapat hiasan berupa teratai. Di kanan – kiri miniatur candi ini terdapat lubang angin yang langsung tembus ke dalam bilik candi. Pada bagian atap candi sebenarnya ada hiasan binatang, namun sekarang sudah dalam kondisi yang aus.

Keunikan lainnya mengenai Candi Pari selain bentuknya yang tambun adalah tangga pintu masuk. Jika candi – candi lainnya memiliki tangga masuk yang langsung menuju bilik candi, maka hal ini tidak berlaku bagi Candi Pari. Untuk menuju bilik candi, sebelumnya akan ada  sebuah bidang persegi (batur) yang menjorok keluar dari bawah pintu candi (hal ini juga dapat dilihat di Candi Ngetos dan Candi Bangkal). Dikanan dan kiri batur tersebut terdapat tangga dengan pipi tangga (tempat pegangan) dalam kondisi yang telah  runtuh. Di beberapa sudut halaman candi juga terdapat reruntuhan batu bata, kemungkinan merupakan bekas pagar yang mengelilingi Candi Pari.

Di dalam bilik candi terdapat beberapa batu andesit, arca – arca dalam kondisi yang tak utuh serta beberapa balok kayu. Pada dinding bilik candi yang berhadapan dengan pintu masuk candi, terdapat sandaran arca dengan ukuran 6 x 6 meter. Mengingat besarnya sandaran arca, pasti besar pula arca yang menempati bilik Candi Pari ini. Namun, entah arca apa yang berada disana, mengingat arca tersebut tak pernah diketemukan.

Pemugaran

            Sudah banyak literature dan foto tentang Candi Pari sejak zaman Belanda. Salah satu diantaranya adalah N.J.Krom, yang menerbitkan bukunya Inlejding tot de Hindoe-Java asch Kunst  tahun 1923.


            Pada zaman kolonial belanda pula, Candi Pari pernah dipugar, pemugarannya antara lain memasang kayu pada bagian langit – langit pintu masuk. Pada tahun 1994-1999 Kanwil Depdikbud dan Suaka Peninggalan Sejarah Purbakala Jawa Timur melakukan pemugaran kembali Candi Pari, dan tentunya dibantu oleh Pak Mustain, juru pelihara Candi Pari.

Legenda
            Masyarakat sekitar mengenal Candi Pari dan Candi Sumur sebagai Candi Lanang (Candi laki-laki) dan Candi Wadon (Candi Perempuan). Hal ini dikarenakan legenda tentang tokoh Joko Pandelegan.

            Alkisah, hiduplah Joko Walangtinuk dan Joko Pandelegan sahabatnya. Mereka berdua hidup di Desa Kedungtas dan membabat hutan untuk ditanam padi. Hasil panennya melimpah hingga Raja Hayam Wuruk mengirim orang kesana untuk meminta padi.
            Imbalannya, Joko Walangtinuk diangkat jadi pejabat di Keraton Majapahit. Joko Walangtunik setuju asalakan Joko Pandelegan juga boleh diajak. Namun, Joko Pandelegan beserta istrinya Nyi Roro Walang Angin menolak karena ingin tetap hidup di desa.
          Akhirnya, Joko Pandelegan masuk ke dalam lumbung, sedangkan Nyi Roro Walang Angin masuk ke dalam sumur. Mereka berduapun muksa disana. Untuk mengenangnya, Raja Hayam Wuruk membangun candi di tempat kedua orang itu menghilang. Candi – candi itu sekarang kita kenal dengan sebutan Candi Pari dan Candi Sumur.

            Sayangnya, selama hampir satu jam saya disana, saya tidak bertemu satupun juru pelihara candi, padahal Candi Pari memiliki 3 juru pelihara. Padahal juga sudah dihubungi Bu Maryati yang memiliki warung di depan Candi Pari (suaminya salah satu jupel). Katanya sih, suaminya sedang cari rumput. Tak ada sumber yang bisa ditanyai, apalagi tentang sejarah penemuan Candi Pari.

Candi Pari

            Bagaimanapun juga, Candi Pari sebenarnya sangat cocok dijadikan sebagai tempat rekreasi alternatif. Apalagi kalau wisatawan yang dari dan ke Bromo juga dibelokkan ke Candi Pari dan Candi Sumur setelah mereka mengunjungi Lumpur Panas Lapindo. Walaupun Candi Pari berada di lahan luas, memiliki taman yang tertata beserta kamar mandi, namun sangat jarang orang berkunjung kesini, apalagi kalau bukan musim liburan. O, Ya, jangan lupa juga berkunjung ke Candi Sumur yang berada 100 meter dari Candi Pari.

Sumber

CANDI PARI (Lumbung Padi Majapahit di Sidoarjo)


Candi Pari yang berdiri ditengah tengah desa Candi pari,Kecamatan Porong (15km arah selatan Sidoarjo)adalah satu-satunya candi peninggalan kerajaan Majapahit yang masih berpola utuh. berntuk sempurnanya berpola Candi Khmer (birma) dan Champa (Thailand).Hingga saat ini bentuk Candi Pari yang nyeleneh dari pola umum percandian Mojopahit itu belum ditemukan.Ciri khas pola bangunan candi Mojopahit selalu langsing pada bagian tubuh (tengah) dan trapesium pada bagian atap/mahkota dan selalu dibuat dari bahan batu emas.candi Pari yang dibuat oleh penguasa Mojopahit pada tahun 1293 Saka/1917 masehi ini berbentuk kubus,tanpa ada pembagian yang steorotif antar batur,tubuh dan mahkota.
Satu-satunya ciri Mojopahit hanyalah bahannya yang terbuat dari batu merah.Panjang Candi Pari ini 16,86 m,lebar 14,10 m dan tinggi 13,40 m sehingga terkesan pendek dan lebar.Sementara pola umum Candi Mojopahit selalu berorientasi vertikal.
Candi pari ini terdiri atas batur persegi empat,bagian barat menjorok keluar dengan undakan tangga pada sisi kanan-kiri menuju pintu masuk.Diatas pintu tertulis angka tahun pembuatan dan bagian dalam candi berupa ruang.
           
            Atap candi yang telah runtuh berbentuk amluntah,masih-masing dihias dengan sumber dan menara kecil.Pada tahap/mahkota inilah terletak ciri unik candi pari ini sebab bentuk mahkotanya sepenuhya memakai pola Kmer/Champa.tak ada penjelasan kenapa bentuk candi ini memakai bentuk bangunan negeri Champa walaupun ada bukti bahwa 2 kerajaan di Asia tenggara itu pernah menjalin hubungan dengan Mojopahit.Bahkan putri negeri itu yang beragama islam ada yang menjadi istri raja Mojopahit pada awal abad 15.Menurut penelitian yang dilakukan pada jaman Belanda,candi Pari merupakan candi utama dari sekian jumlah candi lain yang berada didalam satu komplek dengan pagar tembok,gapura,dan teras walaupun untuk bekas tembok yang mengurung komplek belum ditemukan tetapi laporan jaman Belanda itu agaknya tidak terlalu salah sebab di sebelah selatan candi pari berdiri sebuah candi dengan pola Mojopahit murni yang disebut candi sumur.Nama ini digunakan karena bagian dalam candi ada sebuah sumur yang saati ini telah mengering.Candi sumur ini rusak berat tinggal separuh dinding candi yang masih berdiri.Melihat jaraknya yang berdekatan,kemungkinan besar 2 candi itu merupakan satu kesatuan yang merupakan ciri percandian di Nusantara,dimana tidak ada sebuah candi yang berdiri sendiri.berbeda dengan temuanBalanda tentang fungsi candi pari yang disimpulkan sebagai tempat peribadatan,dalam masyaraka sekitar beredar cerita lisan (folklore) yang mengatakan bahwa didirikannya candi itu sebagai simbol kesuburan desa setempat dengan produksi padi (pari) yang melimpah dan mampu menyetorkan upeti kepada Raja Mojopahit.